Adab Para Pencari Ilmu (2)
[Adab Muta’allim]
Memaksimalkan Masa Muda untuk Belajar
Masa muda adalah waktu luang bagi
seseorang.Ia belum tersibukkan dengan berbagai macam urusan keluarga seperti
mengurus istri, bekerja mencari nafkah, dan mengurus anak.
Imam Abu Hanifah berkata,
“….. carilah ilmu terlebih dahulu, lalu
kumpulkanlah harta yang halal, kemudian menikahlah. Sebab, jika engkau sudah
sibuk pada waktu yang seharusnya digunakan untuk mencari ilmu, engkau pasti
tidak akan dapat mencari ilmu.”
Sebuah sya’ir dari Imam asy-Syafi’i
وَمَنْ
لَمْ يَذُقْ مُرَّ التَّعَلُّمِ سَاعَــةً # تَجَرَّعَ
ذُلَّ الْجَهْلِ طُوْلَ حَيَاتِهِ
وَمَنْ
فَاتَهُ التَّعْلِيْمُ وَقْتَ شَبَابِــهِ # فَكَبّرْ
عَلَيْهِ أَرْبَعًا لِوَفَاتِــهِ
حَيَاةُ
الْفَتَى وَاللهِ بِالْعِلْمِ وَالتُّقَى # إِذَا
لَمْ يَكُوْنَا لَا اعْتِبَارَ لِذَاتِهِ
Barang siapa tidak pernah mencicipi
pahitnya belajar sesaat # niscaya dia kan merasakan hinanya kebodohan sepanjang
hayat
Barang siapa tidak belajar di masa mudanya
# maka bertakbirlah empat kali untuk kematiannya
Demi Allah, hidup pemuda adalah dengan
ilmu dan taqwa # jika keduanya tidak ada, hidup pemuda tiada artinya
Memilih Ilmu, Guru, dan Teman
Penuntut ilmu hendaklah memilih ilmu yang
terbagus, mendahulukan ilmu yang diperlukan dalam agama di saat ini.Hendaklah
dia memprioritaskan ilmu tauhid, ilmu mengenal Allah ta’ala dan memilih ilmu
yang kuna, yaitu ilmu yang diajarkan oleh Nabi ﷺ, para sahabat, tabi’in, dan tabi’it
tabi’in (generasi salaf).
Diriwayatkan sebuah
hadits:
الْعِلْمُ ثَلَاثَةٌ وَمَا سِوَى ذلِكَ فَهُوَ فَضْلٌ; ايَةٌ
مُحْكَمَةٌ اَوْسُنَّةٌ قَائِمَةٌ اَوْفَرِيْضَةٌ عَادِلَةٌ
رواه الإمام أبو داود في سننه (2885) ، وابن ماجه (53)
“Pokok ilmu itu ada tiga. Selainya adalah
tambahan. Ayat muhkamat, sunnah yang tegak, dan ilmu faroidl”.
Imam asy-Syafi’i mengatakan:
الْعِلْمُ عِلْمَانِ: عِلْمُ الْفِقْهِ لِلْأَدْيَانِ وَعِلْمُ
الطّبّ لِلْأَبْدَانِ وَمَا وَرَاءَ ذلِكَ بُلْغَةُ مَجْلِسٍ
“Ilmu (yang pokok) itu ada dua; ilmu
fiqih untuk agama dan ilmu kedokteran (kesehatan) untuk badan. Selain dua itu
adalah bahan perbincangan saja.”
Guru yang dipilih
adalah yang lebih alim, lebih waro’, lebih sepuh, berakhlaq
mulia, dan yang memiliki sanad keilmuan yang sambung kepada Rasulullah ﷺ
.
Imam Muhammad bin
Idris asy-Syafi’i berkata:
( مثل الذي يطلب الحديث بلا
إسناد كمثل حاطب ليل يحمل حزمة حطب وفيه أفعى وهو لا يدري ! )
“Perumpamaan orang
yang mencari hadits tanpa sanad adalah bagaikan pencari kayu bakar pada malam
hari. Ia mengangkat seonggok kayu bakar yang di dalamnya ada ular berbisa dan
dia tidak mengetahuinya”.
Muhammad bin Sirin (seorang pembesar ulama tabi’in) berkata :
إن
هذا العلم
دين فانظروا
عمن تأخذون
دينكم
”Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka lihatlah dari siapakah
kalian mengambil agama kalian.” [Diriwayatkan oleh Muslim dalam
muqaddimah kitab Shahih-nya]
Ada sebuah hikmah dikatakan
(الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ وَلَاعِلْمَ إِلَّا مِنْ عَالِمٍ رَبَّانِيّ)
“Ilmu itu
(didapatkan) dengan belajar.Dan tidak ada ilmu kecuali dari guru yang robbaniy
(yang bisa mengantarkan murid kepada Allah ta’ala, yang istiqomah, ikhlash,
tawadlu’, dan memiliki sanad keilmuan yang terpercaya).”
Kalau sekedar pinter, Mbah Google jauh
lebih pinter.
Pencari ilmu hendaknya memilih teman yang
tekun, wira’i, berwatak jujur, cerdas, dan mudah memahami masalah.Dan jauhilah
pemalas, pengangguran, orang yang cerewet, suka mengacau dan suka menebar
fitnah.
Rasulullah ﷺ bersabda:
(مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ
وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا
أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ
رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا
أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة)
“Perumpamaan teman
yang baik dan teman yang buruk adalah bagaikan penjual minyak misik dan pandai
besi. Penjual minyak misik adakalanya dia memberimu minyak misik, atau kamu
membeli minyak misik darinya, atau kamu mendapatkan bau wangi darinya.
Sedangkan pandai besi adakalanya dia membakar bajumu, atau kamu memperoleh bau
tidak enak (bau gosong) darinya”. (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)
Ada sebuah hikmah dari Persia:
Kawan yang jahat lebih berbahaya daripada
ular berbisa
Demi Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha
Suci
Kawan yang jahat menyeretmu ke neraka
Jahim
Ambillah kawan yang bagus
Dia mengajakmu ke sorga Na’im
Mengagungkan Ilmu
Pencari ilmu tidak akan mendapatkan ilmu
dan manfaat dari ilmu kecuali dengan mengagungkan ilmu dan menghormati ahli
ilmu, memuliakan guru dan menghormatinya. Diantara bentuk mengagungkan ilmu
adalah lebih memprioritaskan ilmu daripada harta, memakai pakaian yang bersih,
rapi dan wangi ketika belajar dan mengajar, membawa bekal buku untuk dibaca di
setiap waktu, selalu membawa buku tulis dan pena, serta senantiasa bersikap
sungguh-sungguh di dalam belajar. Termasuk mengagungkan ilmu adalah menghormati
guru, memulyakan kitab, dan menghormati teman belajar.
-
Menghormati Guru
Diantara bentuk penghormatan kepada guru
adalah memahami hak dan kedudukan guru, melayani keperluan beliau, tidak
melintas di hadapan beliau, tidak menduduki tempat duduk khusus beliau, tidak
memulai berbicara kecuali atas izin beliau, tidak mengganggu beliau, tidak
menjulurkan kaki ke arah beliau, sabar menanti menunggu beliau. Intinya adalah
mencari ridlo guru, menghindari murka beliau, senantiasa berhusnu-dzon
kepada beliau dan mentaati perintah beliau.
Barangsiapa melukai hati gurunya, maka
tertutuplah keberkahan ilmunya dan hanya sedikit manfaat ilmu yang dapat
dipetiknya.
Seorang pelajar wajib mendoakan gurunya
setiap hari setelah shalat, disamping berdoa untuk dirinya sendiri dan orang
tuanya.Karena hak guru sama dengan orang tua, bahkan lebih. Orang tua memenuhi
kebutuhan jasmani, sementara guru memenuhi kebutuhan ruhani.
-
Memulyakan Kitab
Pelajar hendaknya senantiasa dalam
keadaan suci ketika memegang kitab.Ilmu adalah nur, dan wudlu adalah
juga nur.Dengan nur wudlu, nur ilmu menjadi semakin
cemerlang.
Hendaknya tidak menjulurkan kaki ke arah
kitab, menaruh kitab di tempat yang layak, meletakkan kitab tafsir di atas
kitab-kitab yang lain, dan tidak meletakkan barang apa pun di atas kitab.
Selain itu pelajar hendaklah memperbaiki tulisan, tidak mencorat-coret kitab
dengan tulisan yang tidak jelas, serta menjaga kebersihan dan daya tahan kitab,
misalnya dengan cara menyampulinya.
-
Menghormati Teman
Pencari ilmu semestinya menghormati teman
belajarnya dengan cara berbuat baik kepadanya dan tidak melakukan hal-hal yang
dapat menyakiti hatinya.
Membuat Catatan
Tidak bisa tidak. Penuntut ilmu wajib
memiliki catatan yang ia tulis setelah menghafal dan memahami suatu bagian dari
ilmu. Ilmu itu ibarat binatang buruan dan catatan adalah tali pengikatnya.
Jangan menulis sesuatu yang belum
dipahami karena dapat menumpulkan akal, menghilangkan kecerdasan, dan
membuang-buang waktu.
Berdoa
Pencari ilmu wajib senantiasa berdoa
kepada Allah ta’ala dengan merendahkan diri kepada-Nya, agar diberi manfaat
dalam setiap ilmu yang dipelajari, diajari ilmu yang bermanfaat, dan diberi
tambahan ilmu.Sesungguhnya Dia lah sumber dari segala sumber ilmu, Yang Maha
Mengetahui dan Maha Bijaksana, yang mengajari manusia apa-apa yang tidak mereka
ketahui.
Waro’ Pada Masa Belajar
Waro’ adalah sikap hati-hati dan menjaga
diri dari berbagai hal yang haram baik berupa perbuatan, perkataan, sandang,
pangan, dan papan.Sedangkan waro’ yang sempurna adalah menjaga diri dari
hal-hal yang tidak berguna menurut agama, baik itu berupa hal-hal yang mubah,
makruh, apalagi yang subhat dan haram.
Pelajar harus bersikap waro`.Ia harus
menjaga dirinya agar tidak memakan sesuatu yang subhat dan haram. Karena
makanan itu akan menjadi darah dan daging. Sementara akal dan hati yang tumbuh
dari makanan yang haram tentu akan terhalang dari mendapatkan nur ilmu
dari Allah ta’ala.
Termasuk perbuatan waro’ adalah
menghindari perut kenyang, kebanyakan tidur, dan obrolan yang tidak berguna.
Menghiasi diri dengan adab dan sunnah
Pencari ilmu hendaknya senantiasa
menghiasi diri dengan adab dan sunnah. Semestinya penuntut ilmu tidak
mengabaikan dan senantiasa mengamalkan adab-adab harian yang telah disebutkan
di kitab-kitab adab.Seperti adab makan, tidur, adab di kamar mandi,
keluar-masuk rumah, keluar-masuk masjid, adab di jalan, dll.
Ada dikatakan: “Barangsiapa mengabaikan
adab, maka ia akan terhalang dari yang sunnah. Barangsiapa mengabaikan sunnah,
maka ia akan terhalang dari yang fardlu. Barangsiapa mengabaikan yang fardlu,
maka ia akan terhalang dari akhirat.”
Pencari ilmu hendaknyamemperbagus wudlu, mendawamkan
qiyamullail, memperbanyak shalat-shalat sunnah, berusaha untuk khusyu’
di dalam shalat, istiqomah membaca al-Qur`an, membasahi lisan dengan dzikrullah,
terutama istighfar dan shalawat, bershadaqah dan berpuasa sunnah.
Penutup; Ilmu dan Khidmah
Termasuk dari adab seorang pencari ilmu
adalah hendaknya dia mendidik dirinya agar berkhidmah kepada ilmu dan ahli ilmu
dengan niat ikhlash untuk mendapatkan ridlo Allah ta’ala.Dengan harapan agar
mendapatkan manfaat dan barokah dari ilmu dan ahli ilmu.Berikut kami kutipkan
sebuah kisah yang bersumber dari guru kami Abina K.H. M. Ihya’ Ulumiddin.Beliau
adalah Khadimul Ma’had Nurul Haromain Pujon, sebuah pesantren yang telah banyak
melahirkan kader-kader dakwah di Indonesia, khususnya di Jawa Timur.Selain
sebagai Aminul ‘Am Persyarikatan Dakwah al-Haromain Surabaya, beliau
juga diamanahi sebagi ketua umum Hai’ah ash-Shofwah al-Malikiyah, himpunan
alumni Abuya Sayyid Muhammad bin Alawy al-Maliki al-Hasani di Indonesia.
Ketika ada tamu yang bertanya kepada Abi
Ihya' Ulumiddin, apa yang membuat Abi menjadi seperti sekarang? Tersenyum
beberapa saat, kemudian Abi Ihya' menjawab:
"Bisa jadi karena doa guru kami
Abuya sayyid Muhammad bin Alawy Al Maliki ketika kami membersihkan sebuah kakus
yang (maaf) penuh dengan kotoran manusia dengan menggunakan tangan...."
Berawal ketika Abuya bepergian ke salah
satu rumah beliau yang berada di Madinah.Ketika sampai di tempat, Abuya ingin
membuang hajat.Dengan cepat Abi Ihya' Ulumiddin segera masuk ke rumah itu untuk
mengecek apakah WC nya sudah bersih atau belum.Ketika masuk, ternyata kakusnya
penuh dengan kotoran manusia.Karena memang rumah tersebut lama dalam keadaan
kosong.Tanpa berpikir panjang, Abi Ihya' Ulumiddin segera mengambil kotorannya
dengan menggunakan tangan. Mengetahui hal tersebut Abuya berkata: "Barokallahu
fiik...barokallahu fiik...barokallahu fiik..."
Selama nyantri kepada abuya sayyid
Muhammad bin Alawy Al Maliki, Abi Ihya' Ulumiddin berkhidmah sebagai orang yang
menyiapkan kebutuhan temannya untuk sarapan. Mulai dari menyusun menu, belanja
keluar sampai menyiapkannya.Selepas selesai tugasnya, Abi Ihya' Ulumiddin
membangunkan teman-temannya untuk ta'lim kepada Abuya.Hal itu dilakukan selama
Abi Ihya' "mondok" disana.
Inilah salah satu kunci keberkahan dalam
mencari ilmu. Karena jika hanya mencari ilmu saja tidak akan pernah cukup,
harus dibarengi dengan khidmah....dikatakan "al ilmu yudrok wal
khidmatu la tudrok"
Daftar Pustaka
1. Adab
al-‘Alim wa al-Muta’allim, K.H. Hasyim Asy’ari
2. Ta’lim
al-Muta’allim, Syeikh az-Zarnujiy
3. Fathu
al-Qarib al-Mujib ‘ala Tahdzibi at-Targhib wa at-Tarhib, Abuya Sayyid Muhammad bin Alawy al-Maliki
al-Hasani
4. Ihya’
Ulumiddin, al-Imam
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghozali
5. Bidayah
al-Hidayah, al-Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghozali
Muhtar Tajuddin, Sekretaris Pesma Baitul Hikmah.
Komentar