Pereview : Ashil Falih Kes Foh Al Ghozali
Judul Buku : Hafalan Shalat Delisa
Pengarang : Darwis Tere Liye
Penerbit : Republika
Tahun Terbit :
Januari 2011
Hafalan Shalat Delisa
Novel yang
diciptakan oleh Tere Liye dengan aliran romantis sentimentalis ini, mampu
membuat para penikmat membaca menciptakan suasana romantis dan mengesankan.
Novel ini sangat bagus untuk dibaca semua kalangan, baik anak-anak maupun
remaja bahkan orang tua sekalipun. Pesan yang tersirat memberikan banyak
inspirasi bagi para pembacanya. Isinya penuh dengan perenungan bagi siapa saja
yang khusyu’ mengkhayati alur cerita ini, isi cerita dibalut dengan suasana
tegang, haru, serta menonjolkan keharmonisan keluarga berbalut islami ditengah
pulau Lhok Ngah,Aceh dan memiliki makna tersendiri bagi penikmatnya. Bahasa
yang digunakan sederhana sehingga mudah dipahami pagi penikmat pembaca, serta
penulis menyajikan imajinasi untuk para pembaca mengenai alur dan setting
cerita tersebut mengenai tsunami di Aceh tahun 2004 dan kehidupan usai dilanda
bencana menggetarkan dunia tersebut. Kekurangan yang ada dinovel ini penulis
terlalu tinggi atau berlebihan menggambarkan sifat tokoh anak pada novel ini.
Selain berwujud dalam sebuah buku, novel Hafalan shalat Delisa ini, sudah
difilmkan pada tanggal 22 Desember 2011.
Subhanallah,
dengan rapinya Tere Liye menggambarkan perihnya kehidupan seorang gadis kecil
tokoh utama yang bernama Delisa, gadis kecil asal Lhok-Ngah Aceh berusia 6
tahun ini penggemar warna biru, penggemar coklat, berambut keriting, bermata
hijau, kulit putih kemerahan dan sangat hobi dengan bermain sepak bola. Ia
cerdas, polos dan suka bertanya, sehingga sangat menggemaskan bagi orang-orang
yang berada didekatnya. Delisa tinggal bersama umminya bernama Salamah dan
ketiga kakaknya bernama Cut Alisa Fatimah, kedua kakak Delisa yang kembar
bernama Cut Alisa Zahra dan Cut Alisa Aisyah. Ayahnya yang biasa dipanggil Abi
bernama Usman, beliau bekerja dikapal tanker dan baru pulang setiap 3 bulan
sekali.Delisa akan menempuh ujian diSekolah Dasarnya di Lhok Ngah, ujiannya
yakni untuk dapat menghafal bacaan shalat dengan baik dan benar serta mendapat
predikat lulus dari gurunya bernama bu guru Nur, ujian yang akan ditempuh
Delisa sama halya dengan ketiga kakaknya yang terdahulu sudah lulus ujian
hafalan shalat, seperti sebuah tradisi dikeluarga Delisa yakni jika lulus ujian
hafalan shalat maka ummi akan memberi hadiah kalung, ketiga kakaknya sudah
memiliki kalung itu. Delisa sangat termotivasi akan hadiah yang diberikan ummi
sebuah kalung yang sudah ia beli dengan ummi di toko mas paten, pemiliknya
bernama Koh Acan keturunan China. Pada saat memilih, Koh Acan menawarkan sebuah
kalung emas seberat 2 gram berinisial huruf D untuk Delisa, ia pun mulai
antusias untuk segera memilikinya. “Kalung, yang sugguh tanpa didasari Delisa,
akan membawanya ke semua lingkaran mengharukan cerita ini”.
Pada Ahad
26 Desember 2004, ujian hafalan shalat Delisa pun dimulai, ummi Salamah
menunggu diluar kelas beserta wali murid yang lainnya. Cut Alisa Delisa, suara
bu guru Nur memanggil Delisa untuk segera mempersiapkan diri maju didepan,
mukena berwarna biru menutupi seluruh tubuhnya. Delisa mempraktekkan hafalan
shalatnya didepan kelas. tiba-tiba ketika ussai ber-takbiratul-ihram (pada kata
wa-ma-yaya, wa-ma-ma-ti), dasar bumi, lantai bumi retak seketika, tanah
bergetar dahsyat menjalar menggetarkan dunia ratus ribuan kilometer. Air laut
seketika mendidih, tersedot kerekahan maha luas. Gempa berkekuatan 8,9 SR itu
membuat air laut teraduk, Tsunami menyusul menyapu seisi daratan.Namun Delisa
yang menanamkan dengan baik nasehat ustadznya ketika shalat hanya ada satu
dipikiran, tetap khusyu’ dan terus saja melafalkan bacaan-bacaan shalat, karena
ia hanya menempatkan satu fokus, kepada Allah. Tapi tsunami terlalu kuat untuk
sekedar menghayutkan tubuh lemahnya, hingga kemudian membiarkan Delisa
terdampar di antara semak belukar. Enam hari ia tak sadarkan diri, ketika sadar
ia menemukan kakinya terjepit, Delisa hanya bisa terbaring lemah hingga
akhirnya salah seorang prajurit Amerika menemukannya, kemudian ia bawa dan
dirawat oleh sukarelawan diatas kapal angkatan laut Amerika.
Delisa
masih saja tak sadarkan diri, sampai ketika seorang ibu yang dirawat
disampingnya melakukan shalat tahajud dan melafalkan do’a bacaan shalat. Delisa
akhirnya sadar, dan harus menerima kenyataan bahwa kakinya harus diamputasi dan
ia harus menerima beberapa luka jahitan disekujur tubuhnya. Tapi dibalik semua
itu, Delisa masih bisa bertemu dengan abinya. Delisa bukanlah gadis kecil
berusia enam tahun yang biasa saja, ia mampu menjadi lebih dewasa dan kuat
dibalik usianya. Ia memulai kembali kehidupan baru bersama abinya di
posko-posko pengungsian, kembali bersekolah yang baru dibuka oleh sukarelawan.
Tetapi satu hal yang Delisa sesalkan adalah hilangnya hafalan-hafalan bacaan
shalat. Seketika ia sadar bahwa selama ini, ia tak tulus menghafalkannya. Ia
menghafal demi imbalan coklat dari ustadznya dan kalung dari umminya. Sejak
saat itu, ia bertekad untuk kembali menghafalkannya terlebih setelah suatu hari
ia bermimpi bertemu dengan umminya yang memintanya untuk tetap menyelesaikan
hafalan shalatnya kembali.
Hari itu
tiba, teman-teman Delisa dan kak Ubay salah seorang sukarelawan PMI, usai
bermain-main, kak Ubay mengimami mereka semua untuk melaksanakan shalat Ashar
berjama’ah. Untuk pertama kalinya, Delisa mampu menyelesaikan shalatnya dengan
sempurna, tanpa tertinggal ataupun terbalik dari setiap bacaannya. Ia berhasil
menempatkan satu fokus dari takbiratul ikhram hingga berakhirnya salam kedua.
Selesai shalat Ashar, Delisa pergi kesungai untuk mencuci tangan. Ia melihat
pantulan cahaya matahari senja dari sebuah benda yang terjuntai di semak
belukar, berada di seberang sungai. Mendadak hati Delisa bergetar. Delisa
berkata “ya Allah, bukankah itu seuntai kalung?”. Ternyata Delisa benar, benda
itu adalah sebuah kalung yang indah.kalung berinisial D, untuk Delisa, yang
dijanjikan oleh ibunya ketika ia berhasil melewati ujian hafalan shalat, yang
membuat Delisa bertambah terkejut kalung itu ternyata bukan tersangkut di
dahan, tetapi tersangkut di pergelangan tangan, yang sudah sempurna menjadi
kerangka manusia, putih belulang, utuh bersandarkan semak belukar tersebut.
Tangan itu adalah jasad tangan ummi yang sudah 3 bulan lebih menggenggam kalung
emas seberat 2 gram berinisial huruf D, untuk Delisa. Delisa kini tersadar
bahwa keikhlasan lah yang mampu membuat Delisa mampu menghafal bacaan shalat.
Bukan untuk hadiah kalung tersebut, namun untuk mendo’akan ummi Salamah, Kak
Fatimah, kak Zahra dan kak Aisah di surga.
Komentar