Langsung ke konten utama

Memaknai Istihlal


Pada bulan Syawwal jamak dijumpai umat Islam di Indonesia menyelenggarakan Istihlal (sebagian orang menyebutnya halal bi halal). Kata istihlal merupakan bentuk masdar dari kata istahlala (‘ala wazni istaf’ala) yang berfaedah “tholab”, artinya “minta halal”. Sama dengan kata istighfar (istaghfaro) yang berarti minta ampun. Jadi “istihlal” berarti minta halal (atas kesalahan yang pernah diperbuat).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ     - رواه البخارى
Dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Barangsiapa mempunyai kedzaliman atas saudaranya baik itu berupa kehormatan atau yang lainnya, hendaknya dia minta keikhlasan (maaf) saudaranya itu pada hari ini. Sebelum tidak ada lagi dinar dan dirham (hari kiamat). Jika ia memiliki amal perbuatan baik, maka akan diambil darinya sebesar kedzalimannya itu. Dan jika dia tidak memiliki amal kebaikan, maka diambillah (dosa) kejahatan sauadara yang dia dzalimi itu kemudian dibebankan kepadanya”. (HR. Bukhari: 2317)
Namun memang, minta halal (minta dimaafkan) atas kesalahan atau kedzaliman yang telah diperbuat ini hendaknya tidak hanya kita lakukan ketika momen idul fithri atau bulan Syawwal, tetapi kapan saja kita berbuat salah atau dholim, hendaknya kita segera minta dihalalkan (dimaafkan).
Lalu, apa sebenarnya makna yang terkandung dalam Istihlal?
Guru kami, KH. M. Ihya Ulumiddin pernah menyampaikan bahwa Ihtihlal itu hendaknya kita maknai sebagai momentum "pengakuan". Iya, pengakuan. Kita mengakui bahwa kita banyak dosa dan salah kepada Allah ta'ala. Kita mengakui bahwa kita punya banyak kesalahan dan kedholiman kepada saudara dan sahabat kita. Kita ngaku, dan kemudian minta maaf. 
Kita ngaku bahwa kita belum bisa maksimal dalam memanfaatkan madrasah Romadlon. Kita masih bolong jama'ah sholat fardlunya. Kita masih bolong qiyamul-lailnya. Kita masih bolong tilawah al-Qurannya. Kita masih bolong infaq-shodaqohnya. Iya, memang benar kita berpuasa, menahan lapar dan haus. Tapi kita belum bisa maksimal untuk menahan diri dari perkataan kotor, perkataan yang tidak berguna, perkataan yang menyakitkan orang lain. Kita belum bisa berpuasa dari "ngerasani" (ghibah) dan dusta. Kita masih sering berbohong (kecil). Kita belum bisa berpuasa dari iri-dengki. Kita belum bisa berpuasa dari riya` dan sum'ah, 'ujub dan takabbur. Ayo kita NGAKU..!!
Astaghfirullohal'adhim...
Sementara orang menganggap bahwa frase ‘Id al-Fithri berarti “kembali ke suci”. Hal ini –mungkin- didasarkan kepada sebuah hadits yang menjelaskan bahwa barang siapa berpuasa Romadlon dengan iman dan ihstisab (mengharap ridlo Allah ta’ala) maka diampuni dosanya yang telah lampau. Sehingga beberapa orang tersebut mengganggap bahwa orang yang dia beri ucapan selamat ‘Id al-Fithri adalah orang yang diampuni segala dosa-dosanya yang telah lampau. Apakah hal tersebut benar? Agaknya kita tidak bisa membenarkan argumen tersebut begitu saja. Karena Nabi Muhammad shollAllahu ‘alaihi wa sallam pun mengingatkan bahwa banyak orang berpuasa yang tidak memperoleh pahala apa pun kecuali hanya lapar dan dahaga karena dia tidak menjaga diri dari berkata kotor, berbohong, dan memfitnah ketika dia berpuasa.
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ
Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ath Thobroniy)
Di samping hal tersebut, pemahaman bahwa idul fithri berarti “kembali ke suci” inilah yang mungkin menyebabkan banyak orang merasa gembira dan berpesta pora ketika bulan Romadlon habis dan bulan Syawwal tiba. Hal ini bisa kita saksikan di TV dan kehidupan sekitar kita.
Apa makna ‘Id al-Fithri yang sebenarnya? Frase ‘Id al-Fithri عيد الفطر)) terbentuk dari dua kata, ‘Id yang berarti kembali, dan al-Fithri yang berarti sarapan atau berbuka. BUKAN al-fithroh ( الفطرة ) yang berarti; naluri, watak, asal kejadian, agama yang lurus, dan kesucian (Lihat Kamus Mutahar; Kamus Arab-Indonesia, hal: 828). Jadi frase selamat ‘Id al-Fithri bermakna “selamat sarapan atau berbuka kembali” yang menandai bahwa bulan Romadlon telah usai dan tibalah tanggal 1 Syawwal. Bukankah ketika hari Raya ‘Id al-Fithri kita diharomkan untuk berpuasa dan disunnahkan untuk sarapan? Agaknya makna seperti ini lebih rasional dan mendekatkan kita kepada pemahaman yang benar.
Lebih lanjut, ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam at-Turmudzi yang menjelaskan bahwa ‘Id al-Fithri adalah hari untuk berbuka.
عن أبي هريرة : أن النبي صلى الله عليه و سلم قال الصوم يوم تصومون والفطر يوم تفطرون والأضحى يوم تضحون
(Maksudnya) “Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu: Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; shoum /puasa adalah hari kalian berpuasa, (‘Id) al-Fithri adalah hari kalian berbuka, dan (‘id) al-Adlha adalah hari kalian menyembelih.” (Sunan at-Tirmidzi no. 697)
Oleh karena itu, janganlah kita terlalu PeDe dengan merasa bahwa kita telah kembali suci setelah melewati bulan Romadlon. Sebaliknya, marilah kita bersikap tawadlu’. Marilah kita mengakui kesalahan dan kekurangan kita, terutama selama bulan Romadlon. Marilah kita senantiasa berdoa dan mendoakan saudara kita dengan doa:
تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ
taqobbalallohu minna wa minkum
(Maksudnya): “semoga Allah menerima [ibadah, khususnya di bulan Romadlon] dari kami dan kalian”. (Diriwayatkan dari Jubair bin Nufair. Lihat Fiqhus sunnah: I/274)
Konon, dulu para sahabat Nabi mengamalkan doa ini selama kurang lebih 6 bulan. Jadi mulai tanggal 1 Syawwal sampai bulan Robi'ul Awwal, para sahabat Nabi, jika bertemu saudara dan sahabatnya, beliau mengucapkan doa "taqobbalallohu minna wa minkum".
Kenapa beliau-beliau sampek segitunya..??
Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam ad-Daruquthni.
اِذَا سَلِمَتِ الْـجُمُعَةُ سَلِمَتِ الْأَيَّامُ, وَ اِذَا سَلِمَ رَمَضَانُ سَلِمَتِ السَّنَةُ
idza salimat al-jum'ah, salimat al-ayyam. idza salima Romadlon, salimat as-sanah.   
(Maksudnya): “Jika hari jum'at selamat, selamatlah hari-hari (selama sepekan), dan jika bulan Romadlon selamat, selamatlah (bulan-bulan selama) setahun”.
Muslim itu, jika jum'at nya selamat, maka insyaallah, selamatlah ia di sepanjang pekan. Ini sekaligus menjadi bahan evaluasi bagi kita umat Islam di Indonesia. Salah satu kerugian terbesar kita adalah jum'at tidak menjadi hari libur. Sehingga kita tidak bisa menggunakan hari jum'at untuk fokus mendekatkan diri kepada Allah ta'ala. Kita masih disibukkan oleh sekolah dan pekerjaan. Kita pun akhirnya melaksanakan sholat jum'at dengan kurang sempurna; telat, ngantuk pisan.
Selanjutnya, mari kita perhatikan sabda Nabi kita tercinta. Muslim itu, jika bulan Romadlonnya selamat, bisa diartikan jika ibadah-ibadahnya di bulan Romadlon diterima oleh Allah ta'ala, maka insyaallah, selamatlah ia di sepanjang tahun. Nah, inilah rahasianya kenapa para sahabat Nabi itu dengan segitunya mengamalkan doa "taqobbalallohu minna wa minkum" sampai 6 bulan pasca Romadlon. Jadi jika doa tersebut dikabulkan oleh Allah ta'ala, maka efeknya akan ruarrr biasa bagi kehidupan para sahabat itu; selamat sepanjang tahun. Siapa yang gak mau..??
Maka, marilah kita mentauladai para sahabat Nabi yang mulia itu. Mari kita senantisa berdoa dan mendoakan saudara dan sahabat kita dengan doa "taqobbalallohu minna wa minkum". Semoga doa kita dikabulkan oleh Allah ta'ala. Amin.
ليس العيد لمن لباسه جديد # ولكن العيد لمن إيمانه يزيد
‘Id itu bukanlah milik mereka yang baru bajunya
Tetapi, ‘Id adalah milik mereka yang bertambah imannya

Semoga bermanfaat. Wallahu a'lam bish-shawab. (tj)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Dakwah Islam Tingkat Dasar (PMKDI TD) 2019

  “Karena Pemimpin itu dibentuk bukan dilahirkan” PESMA Baitul Hikmah Present: PMKDI (Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Dakwah Islam) Tingkat Dasar MATERI : Pada PMKDI Tingkat Dasar ini insyaallah peserta akan dilatih untuk memiliki jiwa kepemimpinan, menjadi pegiat dakwah Islam yang visioner, mengerti dasar-dasar organisasi, mampu mengelola diri & waktu, serta trampil dalam mengidentifikasi masalah & memberi solusi alternatif. PEMATERI : 📌 Akh. Muwafik Saleh, S.Sos, M.Si (Wakil Dekan FISIP Univ. Brawijaya Malang) 📌 Dr. Raditya Sukmana S.E., M.A. (Ketua Departemen Ekonomi Syariah FEB UNAIR) 📌 Ust. Abdul Hakim, Apt. M.Si. (Dosen UIN Maliki Malang, Ketua UKKI 1997-1998) 📌 Ust. Jabir Abdillah, S.Si. (Direktur Lazis Al-Haromain, Ketua UKKI 1991-1992) 📌 Usth. Masitha, A.S., M.Hum. (Dosen Linguistik FIB UNAIR, Ketua DPP Anshoriyah Persyadha Al-Haromain) 📌 Ust. Nanang Qosim, S.E., MPI. (Koordinator Dewan Syariah Nas...

KH. DJAZULI UTSMAN (Sang Blawong Pewaris Keluhuran)

Penulis Review           : Moh. Saad Baruqi Pengarang                   : H. Imam Mu’alimin Tahun terbit                 : Agustus 2011 Judul buku                  : KH. DJAZULI UTSMAN (Sang Blawong Pewaris Keluhuran) Kota penerbit              : Ploso Mojo Kediri Penerbit                       : Pondok Pesantren Al Falah Ploso Mojo Kediri Tebal buku                  : 161 Halaman            ...

Review Buku Quantum Ikhlas, The Power Of Positive Feeling

Judul Buku       :Quantum Ikhlas, The Power Of Positive Feeling Penulis :Erbe Sentanu Penerbit            :Elex Media Komputindo, Jakarta Cetakan           :I, 2007 TEBAL            :xxxvii + 236                                     Quantum Ikhlas, The Power Of Positive Feeling             Halaman Kebahagiaan adalah subjek primordial. Itulah sebagian yang akan diulas dalam buku Quantum Ikhlas, bagaimana mencari kebahagiaan secara praktis, seperti yang tertuang dalam kebijaksanaan nenek moyang, tuntunan agama, maupun penjelasan  ilmiah. Kebahagiaan itu merupakan sifat dasa...