Kemiskinan merupakan masalah sosial
yang tak kunjung henti kita temui di Negara kita tercinta; Indonesia Raya. Berdasarkan
data dari Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2012, di Indonesia ada warga
yang tergolong miskin sebanyak 29,13 juta orang (11.96%)..? Dengan garis
kemiskinan 248.707 perkapita . Artinya orang di Indonesia yang penghasilan
rata-ratanya lebih kecil dari pada 248.707 rupiah per bulan (atau 8.290 rupiah
per hari) berjumlah 29,13 juta jiwa . Sedangkan penduduk yang tergolong hampir
miskin berjumlah 27,82 juta jiwa (11,5 %). Jadi total penduduk yang miskin dan
hampir miskin sejumlah sekitar 57 juta jiwa (surabaya.okezone.com, bps.go.id). Kesimpulannya,
warga Negara Indonesia yang tergolong miskin masih “cukup” banyak.
Masalah kemiskinan dapat menimbulkan
masalah turunan yang lain. Salah satu efek kemiskinan adalah terbatasnya
kesempatan mengenyam pendidikan bagi warga yang miskin atau anak orang miskin.
Angka putus sekolah di Indonesia secara nasional masih cukup tinggi. Berdasarkan
data dari BPS tahun 2010, angka partisipasi sekolah rata-rata untuk anak Indonesia
usia 7-12 tahun (SD) sebesar 98,02%, usia 13-15 tahun (SMP) sebesar 86,24%,
usia 16-18 tahun (SMA) sebesar 56,01%, dan usia 19-24 tahun sebesar 13,77%. Hal
ini berarti dari sekitar 20 juta anak Indonesia usia 16-18 tahun, hanya 56,01%
yang mengenyam pendidikan setingkat SMA. Jadi ada lebih dari 9 juta anak
Indonesia yang tidak menyelesaikan wajib belajar 9 tahun. Apa penyebabnya?
Menurut anggota komisi X DPR RI, Raihan Iskandar, faktor penyebab tingginga
anga putus sekolah adalah kemiskinan (edukasi.kompas.com).
Selain itu, masalah kemiskinan juga
berdampak terhadap kualitas kesehatan penduduk. Data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2010 berbicara dengan sendirinya tentang kemiskinan di Indonesia.
Secara nasional, jumlah penduduk yang mengonsumsi energi di bawah kebutuhan
minimal—kurang 70 persen dari angka kecukupan energi orang Indonesia—masih
cukup tinggi, yaitu 40,7 persen. Kekurangan konsumsi energi terjadi pada semua
kelompok umur, terutama pada usia sekolah, praremaja, usia remaja, dan ibu
hamil, terutama di pedesaan. Konsumsi energi di bawah kebutuhan minimal
mencerminkan kurangnya jumlah konsumsi karbohidrat yang dapat menjadi ukuran kelaparan
dan karenanya menjadi indikator kemiskinan. Artinya, masih banyak orang tidak
mampu memenuhi kebutuhan dasar yang biasanya dipenuhi dari nasi (Kompas.com)
Pada saat masih banyak warga yang
kekurangan dari segi ekonomi sehingga berdampak pada kualitas pendidikan dan
kesehatannya, ada sebuah fenomena “unik” di Negara dengan penduduk muslim
terbesar di dunia ini. Ternyata, jumlah penduduk (warga muslim) yang tergolong “cukup”
kaya di Negara Indonesia ini tidaklah sedikit. Buktinya banyak diantara mereka yang
saat ini sedang antre berangkat haji. Rata-rata waktu antre keberangkatan
jama’ah haji dari Indonesia mencapai 6,5 tahun. Sedangkan di sejumlah daerah
tertentu antrean lebih lama lagi, misalnya daerah di Sulawesi 12 tahun dan Aceh
10 tahun. Sejak Oktober 2011 hingga 12 Maret 2012, tercatat
bahwa Provinsi Jawa Timur menduduki daerah paling banyak angka pendaftarnya,
yaitu 358.646 orang calon jamaah haji (CJH). Posisi selanjutnya diduduki Jawa
Tengah sebesar 270.763 CJH (daftar tunggu 9 tahun), Jawa Barat sebesar 229.056
CJH (daftar tunggu 6 tahun). Perlu
diketahui, ongkos biaya haji regular di Indonesia sekitar 27 juta rupiah, itu
belum termasuk kebutuhan hidup selama kegiatan haji. Untuk jalur ONH Plus,
biaya tersebut bisa menjadi dua kali lipat.
Berbeda dengan ketika menunaikan
ibadah haji yang masyarakat mampu melaksanakannya dengan penuh semangat, untuk
urusan bayar zakat, masih banyak warga yang “lalai” atau “malas”. Padahal jika
muslim Indonesia mau membayar zakat dengan benar, hal tersebut sangat cukup
untuk mengurangi kemiskinan di Indonesia secara signifikan. Wakil Ketua Badan
Amil Zakat Nasional (Baznas), Naharus Surur, mengatakan potensi
zakat di Indonesia sangat luar biasa. Hal ini ia katakan saat memberi sambutan
pada Pelatihan Da’i Baznas-MUI, di Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI),
Jakarta (21/07/2011). Naharus Surur menjelaskan bahwa berdasarkan hasil riset
Islamic Development Bank (IDB) pada 2010 disebutkan jika potensi zakat di
Indonesia mencapai Rp. 100 triliun. Sementara di tahun 2011, jumlahnya semakin
meningkat, potensi zakat mencapai Rp. 217 triliun, dengan perincian Rp. 117
triliun dari rumah tangga dan Rp. 100 triliun dari perusahaan-perusahaan milik
Muslim. Meski jumlah potensinya besar, tetapi, kata Naharus Surur, jumlah nilai
zakat yang terealisasi hanya Rp. 1.2 triliun. “Kesadaran umat untuk berzakat
masih tergolong rendah,” jelasnya. (Hidayatullah.com)
Itulah sebuah paradoks yang terjadi
di kehidupan umat muslim di negeri yang mayoritas warganya beragama islam ini.
Memang benar bahwa haji itu merupakan salah satu rukun islam yang lima dan
merupakan kewajiban bagi muslim yang mampu melaksanakannya. Tapi bukankah zakat
juga merupakan salah satu rukun islam dan juga merupakan kewajiban bagi setiap
muslim? Kalau biaya untuk berangkat haji (juga haji plus) aja mampu, tentu
sudah mampu membayar zakat. Apalagi zakat merupakan rukun islam nomer 3 setelah
syahadat dan sholat. Ingat; syahadat, sholat, zakat, puasa, haji. Itulah
urutannya. Selain itu, apakah kita “tega” menghabiskan uang untuk berangkat
haji (apalagi haji yang ke-dua, tiga, empat, dan seterusnya), sedangkan
tetangga kita, saudara kita sesama muslim, masih banyak yang kesulitan hanya
sekedar untuk makan.
Ingat,
Alloh ta’ala, yang memberi kita rizqi, mewajibkan kita membayar zakat.
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.” (QS. Al-Baqarah: 43)
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.” (QS. Al-Baqarah: 43)
Selain itu Alloh ta’ala menyatakan
bahwa “berinfaq” adalah salah satu kriteria orang yang bertaqwa, orang yang
mulia di sisi-Nya.
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada
keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang
beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan meng-infaq-kan sebagian
rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka”. (QS. Al Baqoroh: 2-3)
Secara sederhana bisa dikatakan
bahwa, jika kita belum membayar zakat (padahal sudah mampu) dan masih enggan
berinfaq dan bershodaqoh, walaupun kita sudah berhaji 10 kali, berarti kita
belum termasuk golongan orang-orang yang bertaqwa.
Selanjutnya, mari kita menyimak dengan
seksama peringatan dari Alloh ta’ala bagi orang-orang yang enggan membayar
zakat.
“Sekali-kali
janganlah orang-orang yang bakhil (kikir) dengan harta yang Allah berikan
kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka.
Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan
itu akan dikalungkan di lehernya kelak pada hari kiamat. Dan kepunyaan
Allah-lah segala warisan (y`ng ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui
apa yang kamu kerjakan.” (QS. Ali ‘Imran: 180).
Mari
kita juga memperhatikan peringatan dari Rosululloh, Nabi Muhammad shollallohu alaihi wa sallam dengan
pikiran dan hati yang terbuka.
“Dari
Abu Hurairah Rodliyallohu ‘anhu, beliau berkata, Rasulullah shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa diberi harta oleh Allah, lalu dia tidak menunaikan (kewajiban)
zakatnya, pada hari kiamat hartanya dijadikan untuknya menjadi seekor ular
jantan aqra’ (yang kulit kepalanya rontok karena di kepalanya terkumpul banyak
racun), yang berbusa dua sudut mulutnya. Ular itu dikalungkan (di lehernya)
pada hari kiamat. Ular itu memegang (atau menggigit tangan pemilik harta yang
tidak berzakat tersebut) dengan kedua sudut mulutnya, lalu ular itu
berkata,’Saya adalah hartamu, saya adalah simpananmu’. Kemudian beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca (firman Allah ta’ala,QS. Ali Imran: 180):
’Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil menyangka…dst’.” (HR Bukhari
II/508 no. 1338)
Kepada para jama’ah yang sudah berhaji,
yang sedang antri mau berangkat haji, yang sudah berangkat haji berkali-kali, saya
bertanya kepada Anda; “Apakah tahun ini Anda sudah membayar zakat?”, “Apakah
Anda sudah (senantiasa) berinfaq dan bershodaqoh?”, “Apakah Anda tega, ketika
Anda berangkat ke tanah suci untuk berhaji, beribadah kepada Alloh ta’ala,
mengharap surga-Nya, sementara pada saat yang sama tetangga Anda sedang
menderita kelaparan, putus sekolah, dan berpenyakitan?”
Akhirnya, pak Haji, bu Hajah, ayo
berzakat..! ayo berinfaq..! ayo bershodaqoh..!!
Semoga haji Anda mabrur…
Hanya kepada Alloh ta’ala lah kita
memohon pertolongan. (tj)
http://www.muhtartajuddin.blogspot.com/
Komentar