Pada bulan Syawwal jamak dijumpai umat Islam di Indonesia menyelenggarakan Istihlal. Saya menggunakan kata "istihlal" karena memang kata ini lebih tepat untuk digunakan daripada frase "halal bi halal". Saya tanya, "halal bi halal" itu artinya apa..??
halal = halal, bi = dengan, halal = halal.
Jadi "halal bi halal" berarti halal dengan halal, boleh dengan boleh. Maksudnya apa..?? Nah lho... (???)
Sekarang kita beralih ke kata "istihlal". Kata istihlal merupakan bentuk masdar dari kata istahlala ('ala wazni istaf'ala) yang berfaedah "tholab", artinya "minta halal". Sama dengan kata istighfar (istaghfaro) yang berarti minta ampun. Jadi "istihlal" berarti minta halal (atas kesalahan yang pernah diperbuat).
Dari Abu
Hurairah bahwasanya Rasulullah –shallallohu ‘alaihu wa sallam- bersabda: “Barang
siapa melakukan kezhaliman kepada saudaranya, hendaklah meminta dihalalkan
(dimaafkan) darinya; karena di sana (akhirat) tidak ada lagi perhitungan dinar
dan dirham, sebelum kebaikannya diberikan kepada saudaranya, dan jika ia tidak
punya kebaikan lagi, maka keburukan saudaranya itu akan diambil dan diberikan
kepadanya”. (HR. al-Bukhari nomor 6.169)
Namun memang, minta halal (minta dimaafkan) atas kesalahan atau kedzaliman yang telah diperbuat ini hendaknya tidak hanya kita lakukan ketika momen idul fithri atau bulan Syawwal, tetapi kapan saja kita berbuat salah atau dzalim, hendaknya kita segera minta dihalalkan (dimaafkan).
Kemarin, Ahad 9 September 2012, saya menghadiri Istihlal yang diselenggarakan oleh Persyadha (Persyarikatan Dakwah al-Haromain), di Ketintang Barat I Surabaya. Selain agar bisa bertemu dengan Asatidz dan sahabat saya untuk beristihlal, tujuan saya datang ke acara tersebut adalah untuk "ngaji" kepada Abina K.H. M. Ihya Ulumiddin yang merupakan Aminul 'Am Persyadha. Taushiyah dari Abi adalah acara yang paling saya nantikan karena memang beliau adalah sumber ilmu dan adab yang "langka". Keluasan dan kedalaman ilmunya, tawadlu'nya, kesabarannya, kegigihannya, ruarrr biasa.
Abi Ihya menjelaskan bahwa Ihtihlal itu marilah kita maknai sebagai momentum "pengakuan". Iya, pengakuan. Kita mengakui bahwa kita banyak dosa dan salah kepada Alloh ta'ala. Kita mengakui bahwa kita punya banyak kesalahan dan kedzaliman kepada saudara dan sahabat kita. Kita ngaku, dan kemudian minta maaf.
Selanjutnya kita ngaku bahwa ketika bulan Romadlon yang lalu kita belum bisa maksimal dalam memanfaatkan madrasah Romadlon. Kita masih bolong jama'ah sholat fardlunya. Kita masih bolong qiyamul-lailnya. Kita masih bolong tilawah al-Qurannya. Kita masih bolong infaq-shodaqohnya. Iya, memang benar kita berpuasa, menahan lapar dan haus. Tapi kita belum bisa maksimal untuk menahan diri dari perkataan kotor, perkataan yang tidak berguna, perkataan yang menyakitkan orang lain. Kita belum bisa berpuasa dari "ngerasani" (ghibah) dan dusta. Kita masih sering berbohong (kecil). Kita belum bisa berpuasa dari iri-dengki. Kita belum bisa berpuasa dari riya` dan sum'ah, 'ujub dan takabbur. Ayo kita NGAKU..!!
Astaghfirullohal'adhim...
Faidah.
Sementara
orang menganggap bahwa frase ‘Id al-Fithri berarti “kembali ke suci”. Hal ini
–mungkin- didasarkan kepada sebuah hadits yang menjelaskan bahwa barang siapa
berpuasa Romadlon dengan iman dan ihstisab maka diampunilah dosanya yang telah
lampau. Sehingga beberapa orang tersebut mengganggap bahwa orang yang dia beri ucapan
selamat ‘Id al-Fithri adalah orang yang diampuni segala dosa-dosanya yang telah
lampau. Apakah hal tersebut benar? Agaknya kita tidak bisa membenarkan argumen
tersebut begitu saja. Karena Nabi Muhammad shollallohu
‘alaihi wa sallam pun mengingatkan bahwa banyak orang berpuasa yang tidak
memperoleh pahala apa pun kecuali hanya lapar dan dahaga karena dia tidak
menjaga diri dari berkata kotor, berbohong, dan memfitnah ketika dia berpuasa.
Secara
ilmu bahasa, pendapat yang menyatakan bahwa Id al-Fithri berarti “kembali ke
suci” adalah tidak benar. Frase ‘Id al-Fithri terbentuk dari dua kata, ‘Id yang
berarti kembali, dan al-Fithri (afthoro –
yufthiru – ifthoron) yang berarti sarapan atau berbuka. Bukan al-fithroh (yang berarti; asal
kecenderungan yang baik, asal kejadian, agama yang lurus, dan kesucian). Jadi
frase Id al-Fithri tersebut bermakna “selamat sarapan atau berbuka kembali”
yang menandai bahwa bulan Romadlon telah usai dan tibalah tanggal 1 Syawwal.
Bukankah ketika hari Raya ‘Id al-Fithri kita diharomkan untuk berpuasa dan
disunnahkan untuk sarapan? Agaknya makna seperti ini lebih rasional dan
mendekatkan kita kepada pemahaman yang benar.
Selanjutnya, setelah kita ngaku akan kesalahan dan kekurangan kita, marilah kita senantiasa berdoa dan mendoakan saudara kita dengan doa:
"taqobbalallohu minna wa minkum"
(semoga Alloh menerima [ibadah, khususnya di bulan Romadlon] dari kami dan kalian)
Konon, dulu para sahabat Nabi mengamalkan doa ini selama kurang lebih 6 bulan. Jadi mulai tanggal 1 Syawwal sampai bulan Robi'ul Awwal, para sahabat Nabi, jika bertemu saudara dan sahabatnya, beliau mengucapkan doa "taqobbalallohu minna wa minkum".
Kenapa beliau-beliau sampek segitunya..??
Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh ad-Daruquthni.
"idza salimat al-jum'ah, salimat al-ayyam. idza salima Romadlon, salimat as-sanah"
(jika hari jum'at selamat, selamatlah hari-hari selama sepekan. jika bulan Romadlon selamat, selamatlah tahun).
Perhatikan dengan seksama. Muslim itu, jika jum'at nya selamat, maka insyaalloh, selamatlah ia di sepanjang pekan. Ini sekaligus menjadi bahan evaluasi bagi kita umat Islam di Indonesia. Salah satu kegagalan terbesar kita adalah jum'at tidak menjadi hari libur. Sehingga kita tidak bisa menggunakan hari jum'at untuk fokus mendekatkan diri kepada Alloh ta'ala. Kita masih disibukkan oleh sekolah dan pekerjaan. Kita pun akhirnya melaksanakan sholat jum'at dengan kurang sempurna; telat, ngantuk pisan. Walaupun memang ada sekolah yang menjadikan hari jum'at sebagai hari libur. Biasanya sekolah-sekolah itu dikelola oleh yayasan pendidikan islam seperti Pondok Pesantren. Contohnya sekolah MTs dan MA Walisongo tempat saya belajar dahulu kala. Namun jumlahnya tidak banyak. Masih banyak yang liburnya hari Ahad. Pada saat saudara kita umat Kristiani melaksanakan ibadah di Gereja.
Selanjutnya, mari kita perhatikan sabda Nabi kita tercinta. Muslim itu, jika bulan Romadlonnya selamat, bisa diartikan jika ibadah-ibadahnya di bulan Romadlon diterima oleh Alloh ta'ala, maka insyaalloh, selamatlah ia di sepanjang tahun. Nah, inilah rahasianya kenapa para sahabat Nabi itu dengan segitunya mengamalkan doa "taqobbalallohu minna wa minkum" sampai 6 bulan pasca Romadlon. Jadi jika doa tersebut dikabulkan oleh Alloh ta'ala, maka efeknya akan ruarrr biasa bagi kehidupan para sahabat itu; selamat sepanjang tahun. Siapa yang gak mau..??
Maka, marilah kita mentauladai para sahabat Nabi yang mulia itu. Mari kita senantisa berdoa dan mendoakan saudara dan sahabat kita dengan doa "taqobbalallohu minna wa minkum". Semoga doa kita dikabulkan oleh Alloh ta'ala. Amin.
"idza salimat al-jum'ah, salimat al-ayyam. idza salima Romadlon, salimat as-sanah"
Semoga bermanfaat. Wallohu a'lam bish-showab.
(tj)
http://www.muhtartajuddin.blogspot.com/2012/09/makna-istihlal.html
Komentar