Mungkin dalam
benak anak-anak di seluruh negeri ini yang berasal dari keluarga yang kurang
mampu merasa minder atau merasa tidak mungkin untuk menempuh pendidikan sampai
perguruan tinggi. Faktor yang dapat menyebabkan hal ini bisa terjadi karena
adanya anggapan bahwa kuliah itu mahal dan hanya diperuntukkan bagi kalangan
menengah ke atas. Berawal dari anggapan ini akhirnya orangtua merasa kurang
mampu untuk membiayai kuliah anaknya, sedangkan si anak akan merasa minder dan
enggan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi karena keterbatasan ekonomi
orangtua. Namun hal tersebut tidak terbukti karena kenyataannya saat ini sudah
banyak beasiswa baik dari pemerintah, BUMN, maupun perusahaan-perusahaan swasta
yang ditujukan untuk membantu mahasiswa yang kurang mampu untuk memenuhi biaya
kuliah. Saya akan buktikan kalau anak miskin bukan berarti tidak pantas untuk
kuliah, namun anak miskin justru mempunyai tekad kuat untuk menjadi orang besar
di kemudian hari melaui beasiswa Bidik Misi.
Saya memilih
bersekolah di SMA Negeri bukan tanpa alasan, karena mulai awal saya
berkeinginan untuk kuliah. Pada awalnya memang sempat terbersit ingin masuk SMK
supaya bisa segera bekerja dan membantu orangtua, namun niat mulai awal sudah
bulat sehingga SMA adalah langkah awal saya untuk mewujudkan apa yang saya
cita-citakan. Singkat cerita, pada jalur SNMPTN saya memilih Universitas Jember
dengan prodi Manajemen sebagai pilihan pertama dengan alasan memilih PTN yang bisa
memberi rasa aman bagi saya dalam arti saya akan mudah dan pasti lolos PTN
dengan pertimbangan nilai raport dan berbekal tips-tips dan saran dari banyak
pihak baik dari guru BK sendiri ketika konsultasi maupun dari pihak-pihak lain,
seperti dari seminar berbagai lembaga bimbingan belajar di Blitar. Selain itu, keraguan
dan ketakutan dalam menghadapi SBMPTN juga menjadi hal yang tidak terelakkan.
Bayang-bayang akan soal-soal SBMPTN yang dianggap bagi banyak calon mahasiswa baru.
Ternyata Allah berkehendak lain, hasil pengumuman menyatakan bahwa saya tidak
lolos dan silahkan mencoba pada jalur SBMPTN. Tulisan itu tercantum di layar
komputer warnet yang saya sewa untuk melihat pengumuman dengan warna yang bukan
saya harapkan, yakni warna merah. Seketika itu aku terdiam, keringat dingin
berkucuran dan rasa tidak percaya apa yang aku lihat juga terus menghantui.
Tapi apa boleh buat kepercayaan diri yang terlalu tinggi justru membalikkan
semuanya.
Tiga hari
setelah pengumuman saya masih belum bisa bangkit, “ngedown” itulah istilah yang cocok untuk saya. Teringat kembali
apa tujuan saya yaitu dengan melanjutkan studi di perguruan tinggi negeri, maka
dengan niat yang mulai saya bangun kembali ditambah doa dan dukungan dari orang
tua, serta semangat yang diberikan oleh para teman dan sahabat. Sadar saya
tidak bisa mengikuti bimbel dalam menghadapi SBMPTN, kemudian saya berinisiatif
membeli buku di bazar yang harganya relatif murah dan masih layak untuk dipakai
sebagai latihan-latihan dalam mempersiapkan SBMPTN. Dengan selang waktu yang
hanya sekitar satu bulan, maka megerjakan latihan-latihan soal saya
intensifkan. Restu orangtua dan do’a-do’a khususnya saat sholat malam menjadi
yang utama dalam usaha saya ini.
Tidak tahu
kenapa di SBMPTN ini saya justru memilih PTN yang dari awal tidak saya perkirakan
karena merasa minder dan termasuk jajaran PTN terbaik di Indonesia, yakni
Universitas Airlangga yang lebih dikenal dengan sebutan UNAIR. Memang dengan
memilih Unair sebagai pilihan pertama saya sempat ragu di awal apalagi dengan jalur
SBMPTN yang sulit dan pesaingnya juga dari angkatan dari dua tahun di atas saya
yang pastinya sudah memiliki pengalaman yang lebih. Namun itu semua tidak
menyurutkan semangat saya dan makin terpacu untuk lolos dan diterima di Unair.
Berbekal restu orang tua saya mengikuti tes dengan lancar dan mengerjakan
sesuai dengan apa saja yang saya pelajari, apa yang sudah saya kerjakan dalam
latihan, dan berharap dapat diterima di salah satu dari tiga PTN yang saya
pilih. Dengan target hanya lolos PTN apapun itu, dan tidak menargetkan diterima
di Unair sudah target yang realistis untuk saya. Namun semangat dan do’a dari
orangtua, guru, bahkan dari seorang sahabat saya yang selalu yakin dengan
kemampuan saya untuk diterima di Unair.
Hasil SBMPTN
diumumkan pada pukul 14.00, namun saya memilih untuk melihat sekitar jam 16.00
dengan alasan ingin sholat dan berdo’a terlebih dahulu agar tenang dan dapat
menerima apapun hasilnya. Saya berangkat ke warnet dan dengan bismillah saya langsung
membuka pengumuman dan hasilnya begitu mengejutkan, bahkan saya tidak percaya
sampai membuka pengumuman tersebut sebanyak tiga kali. Ternyata memang benar
alhamdulillah saya diterima di Unair dengan prodi Ekonomi Islam. Dengan tetesan
air mata haru saya menghampiri ibu saya yang masih sibuk dengan berjualan
takjil karena pada saat itu memang di bulan Ramadhan. “buk, alhamdulillah kulo lolos.. UNAIR buk, UNAIR..”, ucapku dengan
penuh semangat dan kucuran air mata. Kami berdua saling menangis haru saya
peluk ibu saya tidak peduli walaupun di pinggir jalandan kami larut dalam
keharuan. Berlanjut saya ke rumah untuk menemui bapak dan semuanya, tak lupa
sujud syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang melimpahkan segala rizky-Nya kepada saya dan keluarga.
Bagi kalian yang
mungkin kondisinya sedikit banyak sama dengan saya, jangan pernah menyerah
buktikan kalau kita punya tekad itulah keunggulan kita, semangat untuk maju,
semangat untuk menjadi orang besar yang tidak pernah melupakan darimana kita
berasal. Keterbatasan ekonomi bukanlah penghmbat, namun tidak adanya niat untuk
maju itulah yang membuat kita terbelakang dan terus menjadi orang yang kalah.
Oleh: M. Topan Ramadhan
Mahasiswa Ekonomi Islam’2017
Mahasiswa Ekonomi Islam’2017
Komentar