Langsung ke konten utama

KH. DJAZULI UTSMAN (Sang Blawong Pewaris Keluhuran)

Penulis Review           : Moh. Saad Baruqi
Pengarang                   : H. Imam Mu’alimin
Tahun terbit                 : Agustus 2011
Judul buku                  : KH. DJAZULI UTSMAN (Sang Blawong Pewaris Keluhuran)
Kota penerbit              : Ploso Mojo Kediri
Penerbit                       : Pondok Pesantren Al Falah Ploso Mojo Kediri
Tebal buku                  : 161 Halaman
           

Mas’ud atau yang lebih populer dikenal dengan sebutan KH. Djazuli Ustman adalah putra dari bapak naib dari Ploso Kediri yang bernama Mas Moh. Ustman Bin Mas Moh. Sahal. Sahal yang akrab dengan sebutan pak Naib ini memiliki kebiasaan rutin yang dilakukan sampai menjelang wafatnya. Bermula dengan bertemunya beliau dengan KH. Ma’ruf Kedunglo yang masih memiliki hubungan saudara dengannya. KH. Ma’ruf berpesan : “Ustman, apabila kamu ingin anak-anakmu kelak menjadi orang yang berilmu, beramal dan bermanfaat, rajin– rajinlah bersilaturahmi dengan para ‘alim ‘ulama. Kalau tidak anakmu, insya Alloh cucumu yang ali”. Karena saran tersebut, sudah menjadi kebiasaan rutin pak Naib menjalani rutinitas bersilaturahmi dengan para ulama mulai pagi hingga sore.

            Pak Naib dikaruniai 13 anak dengan tujuh orang putra dan 6 orang putri dari pernikahannya dengan Mas Ajeng Muntoqinah binti M. Syafi’i, KH. Djazuli Ustman adalah putra ke 7 dari ketigabelas anaknya. Sesungguhnya yang menjadi kekhawatiran pak Naib atas masa depan anaknya adalah masa depan yang amat panjang di akhirat nanti. Kiranya saran KH. Ma’ruf sangat tepat dan meresap di kolbu pak Naib, adn itulah yang dijalankan demi masa putra putrinya.

            KH. Djazuli Ustman dilahirkan di Ploso, 16 Mei 1900. Pada masa kecilnya Mas’ud terkenal dengan anak yang pendiam. Seperti anak yang lain, Mas’ud juga bermain dengan anak– anak yang lain, namun dalam bermain, Mas’ud tidak memilih permainan yang mengerahkan dan membutuhkan tenaga yang besar, melainkan olahraga ringan yang membutuhkan fikiran dan kefokusan seperti nekeran dan cirak, terdengar sepele tetapi membidik kelereng satu dengan yang lain bukanlah hal yang mudah. Tak ada yang tahu bahwa dibalik diamnya Mas’ud tersimpan mutiara kehebatan. Tak pernah disangka  kalau kalau kelereng merupakan awal keberangkatan pribadinya untuk menjadi orang yang luar biasa  di kemudian hari.

            Hari demi hari Mas’ud berkembang seperti anak yang lain. Usia 6 – 7 tahun beliau diterima di sekolah Ploso yang disebut sekolah cap Jago. Genap 3 tahun mengenyam di Cap Jago, dilanjutkanlah ke Inlandsche Vervolg School, nama sekolah lanjutan dengan masa dua tahun. Semakin rajin dan tekun saja, kini ia lebih banyak menimang – nimang buku daripada bermain kelerengnya. Dua tahun mengenyam pendidikan, genap sudah Mas’ud melanjutkan ketingkat SLTA dengan masuk di Hollandsch-Indlandsche School (HIS) di Grogol Kediri. Lagi– lagi Mas’ud menjadi murid yang palig menonjol dalam pelajaran. Kesempatan ini tidak dimiliki oleh saudara- saudara yang lain, mereka hanya sampai sekolah desa, kemudian masuk ke pesantren. Pak Naib ingin anak- anaknya memahami ilmu- ilmu agama, akidah yang kuat dan akhlak yang mulia. Karena pada jaman itu Belanda hanya menekankan pada ilmu sekuler. Setelah diadakan rembukan keluarga, Mas’us diizinkan melanjutkan ke Stovia (UI) sekarang di kota Batavia.

            Di kemudian hari pak Naib kedatangan tamu, Kyai Ma’ruf Kedunglo, seorang yang dihormatinya berkunjung. “pundi Mas’ud?” tanya Kyai Ma’ruf mengawali pembicaaan dengan bahasa jawa yang halus. Pak Naib menjawab: “ke Batavia, dia melanjutkan sekolah di jurusan kedokteran”. Lalu dengan lembutnya Kyai Ma’ruf memberikan saran: “Saene Mas’ud dipun aturi wangsul, lare niku prayogi dipun lebetaken pondok”. Mengetahui bahwa Kyai Ma’ruf adalah murid sukses Kyai Kholil Bangkalan yang tersohor kewaliannya, pa Naib tidak bisa berbuat apa- apa, selain menyetujui saran tersebut meskipun hal ini diluar pertimbangan akalnya.

            Awal masuk pesantren, dengan mengucap Bismillaahirrohmaanirrohiim, berangkatlah ia ke pondok Gondanglegi diantarkan bapaknya mengendarai dokar, dan resmilah Mas’ud diterima sebagaimurid KH Ahmad Sholeh Gondanglegi Nganjuk, seorang ulama’ yang terkenal ‘alim dalam bidang Ulumul Qur’an. Disinilah Mas’ud mendalami ilmu- ilmu yang berkaitan dengan Al- Qur’an khususnya tajwid dan juga Nahwu. Dengan mengantongi ilmu nahwu, beliau melanjutkan mencari ilmu shorof di pondok Sono- Sidoarjo yang terkenal dengan tashrifan.

            Hingga menjadi pendiri PP Al Falah di Ploso, banyak hal yang bisa dipetik dari sifat- sifat beliau yang luar biasa, antara lain adalah istiqomahnya beliau untuk menjalankan jamaah sholat dan tak lupa dengan mengerjakan sholat rawatibnya. Juga istiqomah dalam hal mengajar pengajian kitab- kitab agama seperti Ihya’ Ulumuddi. Sifat beliau yang lain adalah ikhlasnya beliau dalam mengajarkan ilmu. Beliau berpesan kepada para guru yang isinya “hendaknya sikap kita dalam mengajar di depan seorang murid dengan seribu orang tetap sama, jangan dibeda- bedakan”, bahkan orang yang ihklas tidak perlu resah memikirkan apakah muridnya bisa atau tidak. “yang penting baca saja”, kata beliau.

            Beliau juga sangat Qonaah dan kuat dalam menahan nafsu. Tidak pernah keluar kata- kata “masakan ii kurang enak”. Beliau juga tidak pernah merasa kurang puas dan menggerutu. Nafsu serakah telah mampu beliau kendalikan. Dilain sisi Mas’ud juga sangat menghormati tamu. “alhamdulillah enek tamu. Nyai mesti mengko mbeleh pitik”. Tidak hanya omong belaka, tapi memang benar- benar dihidangkan oleh bu Nyai. Walaupun beliau tergolong orang yang tak punya, tapi tak sedikit orang yang bertamu ke rumah beliau ketika pulang di berinya amplop, tentu saja isinya uang.


Sekitar tahun 1968 Kyai Dzazuli tertimpa cobaan dengan penyakit hernia, hingga mengharuskan beliau untuk menjalani operasi. Tak terlihat dari wajah beliau tanda- tanda sakit ketika menahan sakit. Bahkan dari bibir beliau berucap dengan penuh ketenangan “sakitku adalah sakit menjelang mati”. Beliau benar- benar telah menghadap sang kuasa pada jam 15.30 wib hari Sabtu Wage 10 Januari 1976, bertepatan dengan 10 Muharam 1396 H. Beliau wafat dalam keadaan tidak meninggalkan apa- apa berupa harta benda, melainkan sebuah PP Al Falah telah melebihi segalanya.Harapan dari penulis bahwa dengan membaca buku ini, akan memberikan pencerahan hati guna lebih semangat dalam belajar dan mengajar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Dakwah Islam Tingkat Dasar (PMKDI TD) 2019

  “Karena Pemimpin itu dibentuk bukan dilahirkan” PESMA Baitul Hikmah Present: PMKDI (Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Dakwah Islam) Tingkat Dasar MATERI : Pada PMKDI Tingkat Dasar ini insyaallah peserta akan dilatih untuk memiliki jiwa kepemimpinan, menjadi pegiat dakwah Islam yang visioner, mengerti dasar-dasar organisasi, mampu mengelola diri & waktu, serta trampil dalam mengidentifikasi masalah & memberi solusi alternatif. PEMATERI : 📌 Akh. Muwafik Saleh, S.Sos, M.Si (Wakil Dekan FISIP Univ. Brawijaya Malang) 📌 Dr. Raditya Sukmana S.E., M.A. (Ketua Departemen Ekonomi Syariah FEB UNAIR) 📌 Ust. Abdul Hakim, Apt. M.Si. (Dosen UIN Maliki Malang, Ketua UKKI 1997-1998) 📌 Ust. Jabir Abdillah, S.Si. (Direktur Lazis Al-Haromain, Ketua UKKI 1991-1992) 📌 Usth. Masitha, A.S., M.Hum. (Dosen Linguistik FIB UNAIR, Ketua DPP Anshoriyah Persyadha Al-Haromain) 📌 Ust. Nanang Qosim, S.E., MPI. (Koordinator Dewan Syariah Nasiona

Review Buku Quantum Ikhlas, The Power Of Positive Feeling

Judul Buku       :Quantum Ikhlas, The Power Of Positive Feeling Penulis :Erbe Sentanu Penerbit            :Elex Media Komputindo, Jakarta Cetakan           :I, 2007 TEBAL            :xxxvii + 236                                     Quantum Ikhlas, The Power Of Positive Feeling             Halaman Kebahagiaan adalah subjek primordial. Itulah sebagian yang akan diulas dalam buku Quantum Ikhlas, bagaimana mencari kebahagiaan secara praktis, seperti yang tertuang dalam kebijaksanaan nenek moyang, tuntunan agama, maupun penjelasan  ilmiah. Kebahagiaan itu merupakan sifat dasar alamiah atau fitrah manusia dan  karena  itu sewajarnya bisa dengan mudah kita raih.             Buku Quantum Ikhlas akan memandu pembaca untuk mendapat kepastian dalam menjalankan kehidupan, sehingga pembaca dengan lega bisa mengatakan “Ooo... begitu.... Itu sangat mudah”, dan begitu terjadi internal shift pergeseran posisi pandang di dalam, hidup Anda  otomatis  berubah di luar. Hal-hal yan