Hugo
Chavez, Malaikat Dari Selatan
Review buku “Hugo
Chavez, malaikat dari selatan” karya Tofik Pram
Di dalam buku ini
menceritakan biografi Hugo Chavez yang kontra terhadap Paham Liberalisme.
Karena tak selamanya paham tersebut dapat menyejahterahkan rakyat. Terbukti
bahwa masih adanya rakyat yang miskin akibat meluasnya paham tersebut. Selain
itu juga adanya Gap antara si kaya
dan si miskin yang mengakibatkan si kaya semakin kaya dan si miskin semakin
miskin. Oleh karena itu, Hugo Chavez yang beraliran “Kiri” tersebut ingin
mengubah dari sistem dunia yang berpaham Liberalisme menjadi paham Komunis.
Chavez seorang yang keras, vokal, dan luar biasa
berprinsip. Di saat sebagian besar pemimpin dunia memilih menjadi diplomat
taktis yang penuh kehati-hatian dan “main belakang”, tidak pernah ada yang
ambigu dari setiap sikap dan keputusan politik Chavez—paling tidak di depan
mata publik. Mungkin karakteristik itu bukan hal yang bijaksana dan entah sudah
berapa kali Chavez lolos dari percobaan pembunuhan, tapi faktanya beliau
berhasil terpilih sebagai pemimpin Venezuela dalam empat periode berturut-turut
sebelum akhirnya dikalahkan oleh penyakit kanker yang sudah menggerogotinya
sejak dua tahun terakhir (*seandainya tidak wafat, Chavez akan terus menjabat
hingga tahun 2019 dalam periode kepresidenannya yang keempat).
Hugo Chavez kecil, yang orangtuanya
berprofesi sebagai guru sekolah, tumbuh dalam lingkungan keluarga yang
penghasilannya pas-pasan. Kesulitan masa kecil ini menjadi bibit pemikiran
Chavez dan seiring dengan kariernya selanjutnya di dunia militer, ia pun
memproklamirkan diri sebagai seorang sosialis sejati dengan Simon Bolivar
sebagai tokoh panutannya. Begitu memegang tampuk kekuasaan sebagai pemimpin
Venezuela, Chavez tidak buang-buang waktu memaparkan rencana ambisiusnya
menjadikan negara itu sebagai “surga sosialis” sekaligus menyampaikan pidato-pidato
kontroversial mengenai kebusukan kapitalisme dengan suaranya yang khas
menggelegar.
Chavez tidak hanya sekedar asal
cuap-cuap. Ia juga pintar menggunakan aset sumber daya minyak negaranya yang
berlimpah sebagai senjata politik, sekaligus mengumpulkan sekutu-sekutu
regional seperti Evo Morales (Bolivia) dan Daniel Ortega (Nikaragua). Pengaruh
filosofi Chavez bukan hanya sebatas lingkup negaranya, tapi juga menyebar di
seluruh kawasan Amerika Latin dan mengubah peta geopolitik benua itu selama
satu dekade terakhir. Ia rajin menggalakkan program-program sosial yang
revolusioner, memandu acara talk show yang diisi langsung oleh dirinya, dan
sangat pintar memposisikan diri sebagai “salah satu dari rakyat.” Tak heran, ia
sangat dielu-elukan oleh simpatisan di negaranya dan sebagian kalangan di
dunia internasional.
Namun, dunia politik tidak pernah
lepas dari keabu-abuan. Di balik imejnya yang sangat populis, banyak pula
kritikan pedas yang menerpa Chavez selama periode kepemimpinannya. Ia dianggap
gagal menangani perekonomian Venezuela, danwalaupun tingkat pendapatan
masyarakat memang meningkat selama eranya, peningkatan itu nyaris tak berarti
akibat melemahnya nilai uang Venezuela sendiri. Negara ini mengalami inflasi
sampai dua digit, lonjakan tingkat kriminalitas, dan terlalu bergantung pada
minyak sebagai sumber pendapatan negara—hal yang akan menjadi masalah besar
bila terjadi krisis harga di pasar global. Ironisnya lagi,
pada 2012 Venezuela tercatat sebagai negara Latin paling korup menurut survey
tahunan International Transparency (IT).
Di tengah isak tangis, banyak pula
yang diam-diam mensyukuri kepergian Chavez—dan sebagian di antaranya dari
kalangan orang Venezuela sendiri. Bukan rahasia umum lagi bahwa Chavez tidak
sungkan menekan media domestik yang berani mengkritik kebijakannya, ataupun
menggunakan strategi-strategi yang kurang elok untuk dapat terus
memenangkan pemilihan. Di saat kalangan oposisi tidak ada yang berdaya
menjatuhkannya, kanker yang akhirnya mengalahkan Chavez mungkin menjadi
blessing in disguise bagi sebagian kalangan yang menginginkan perubahan di
Venezuela.
Terlepas
dari itu semua, kharisma dan kekuatan kepribadian Chavez telah menginspirasi
sejumlah orang di dunia. Sulit untuk menemukan sumber media yang dapat
benar-benar objektif menilai Chavez, dan mungkin kebenaran sebenarnya mengenai
rezimnya tak akan pernah terungkap. Walau begitu, saya memilih untuk percaya
bahwa idealism dan segala impiannya untuk memajukan Venezuela memang benar-benar
tulus. Hugo Chavez tidak seharusnya "hanya" dikenang oleh dunia
sebagai "si anti-Amerika", melainkan sebagai sosok patriot dengan
segala kelebihan dan kekurangannya di tengah dunia politik yang sangat kompleks
dan abu-abu.
Reviewer
: Pito Budi Prasetyo
Komentar