Langsung ke konten utama

Adab Para Pencari Ilmu (1)



Adab Para Pencari Ilmu
[Adab Muta’allim]
Syekh az-Zarnujiy di dalam muqoddimah kitab Ta’lim al-Muta’allim menjelaskan bahwa banyak pelajar yang bersungguh-sungguh di dalam belajar namun mereka gagal mencapai manfaat dan buah ilmu, yaitu mengamalkan dan mengembangkan ilmu. Hal tersebut dikarenakan mereka salah jalan dan mengabaikan persyaratannya. Yang dimaksud jalan (metode) dan persyaratan tersebut adalah adab di dalam belajar. Oleh karena itu agar para pencari ilmu sukses di dalam belajar, bisa menggapai manfaat dan buah ilmu, hendaknya mereka senantiasa memperhatikan dan mengamalkan adab-adab di dalam belajar.
Kewajiban Belajar
(طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلّ مُسْلِمٍ) رواه الطبرانى والبيهاقى والبزّار والترمذى
“Mencari ilmu adalah fardlu bagi setiap orang muslim.” (HR. at-Thabraniy, al-Baihaqi, al-Bazzar, dan at-Tirmidzi)
Syeikh az-Zarnujiy menjelaskan bahwa tidak semua jenis ilmu wajib dipelajari oleh setiap muslim. Yang wajib dipelajari oleh setiap muslim adalah ilmu hal, yaitu ilmu yang dibutuhkan untuk menghadapi tugas, kondisi, dan kewajiban nya pada saat ia menghadapinya.
Contoh: Seorang muslim wajib shalat, maka ia wajib mempelajari ilmu tentang shalat seperti thaharah, syarat-rukun shalat, hal-hal yang membatalkan shalat, dll.
Begitu juga ilmu tentang puasa, zakat, dan haji jika ia telah memiliki kemampuan.
Seorang muslim yang bekerja sebagai pedagang maka ia wajib mempelajari ilmu tentang muamalat, seperti jual-beli, hutang-piutang, riba, dan lain-lain agar dia bisa terhindar dari hal-hal harom yang ada di dalam pekerjaannya.
Yang termasuk ilmu hal adalah ilmu tentang tingkah polah hati seperti tawakkal, inabah, khosy-yah, dan ridlo karena hal-hal tersebut senantiasa dibutuhkan oleh setiap muslim di mana pun dan kapan pun.
Ilmu yang fardlu ‘ain dan fardlu kifayah
Menurut Imam al-Ghozali, ilmu itu ada dua macam; ilmu yang fardlu ‘ain dipelajari dan ilmu yang fardlu kifayah dipelajari. Ilmu apa saja yang fardlu ‘ain dan ilmu apa saja yang fardlu kifayah? Secara garis besar ilmu itu ada dua macam; ulumiddin dan ilmu untuk urusan dunia.
Pertama, Ulumiddin (ilmu syar’iy, ilmu yang khusus membahas tentang agama). Ilmu ini ada dua macam;
-         Ilmu-ilmu agama yang fardlu ain dipelajari. Setiap orang yang beragama Islam wajib mempelajari ilmu-ilmu ini. Contoh; Aqidah (ilmu tentang mengenal Allah), rukun Iman, ilmu tentang thoharoh, sholat, puasa, zakat (jika sudah berkewajiban), haji (jika sudah mampu). Ilmu tentang hubungan kita dengan Alloh ta’ala, seperti husnudz-dzon, tawakkal, qona’ah, dan ridlo. Ilmu tentang hubungan kita dengan sesama manusia seperti ilmu jual beli, ilmu tentang rendah hati dan takabbur, dermawan dan kikir, serta ilmu tentang akhlaq yang lain.
-         Ilmu-ilmu agama yang fardlu kifayah dipelajari. Kewajiban mempelajari ilmu-ilmu ini menjadi beban bagi seluruh orang yang beragama Islam di dalam sebuah komunitas, kelompok, desa, atau kelurahan. Jika di dalam komunitas tersebut sudah ada sebagian umat islam yang ahli dalam ilmu-ilmu tersebut, gugurlah kewajiban itu bagi yang lain. Contoh; ilmu nahwu-sharaf, ilmu tajwid, ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu mengurus jenazah, dan ilmu balaghoh.
Kedua, Ilmu yang membahas tentang urusan di dunia. Seperti ilmu kedokteran, ilmu teknik, ilmu pertanian, ilmu perikanan, ilmu psikologi, ilmu sastra, dan ilmu politik. Ilmu-ilmu seperti ini, menurut para ulama, hukumnya fardlu kifayah dipelajari oleh orang yang beragama Islam. Jika ada sebagian umat Islam dalam sebuah komunitas yang ahli dalam ilmu-ilmu tersebut, umat islam yang lain tidak berkewajiban mempelajarinya.
Selain itu ada ilmu yang haram dipelajari, seperti ilmu sihir dan ilmu ramalan.
Salah satu adab bagi pencari ilmu adalah mendahulukan belajar ilmu yang fardlu ain daripada ilmu yang fardlu kifayah.
Keutamaan Ilmu
شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ ۚ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Allah bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali Imron: 18)
Di dalam ayat tersebut Allah ta’ala menyatakan bahwa orang yang berilmu itu menjadi saksi bersama dengan Allah dan malaikat atas tauhid. Hal ini menunjukkan keutamaan orang yang berilmu.
وعن أبى هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله : (مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقّهْهُ فِى الدّيْنِ). رواه البخاري ومسلم
“Dari Abu Hurairah r.a. beliau berkata; Rasulullah bersabda: ‘Barangsiapa yang Allah menghendaki untuknya kebaikan, maka Dia ‘kan memahamkannya di dalam agama’. (HR. Bukhari dan Muslim)
Abuya Sayyid Muhammad bin Alawy menjelaskan di dalam Fathu al-Qarib al-Mujib ‘ala Tahdzibi at-Targhib wa at-Tarhib bahwa di dalam hadits tersebut terdapat keterangan:

  • - berita gembira bagi para pencari ilmu (syar’iy) bahwa mereka akan mendapatkan husnul khatimah, insyaalloh.
  • -     keutamaan mengetahui hukum-hukum syari’at.
  • -     orang yang tidak memahami agama, ibadahnya tidak diterima.
Dengan ilmu, Allah ta’ala memperlihatkan keunggulan Nabi Adam atas malaikat dan memerintahkan mereka agar bersujud kepada beliau.
Ilmu itu mulia karena ia adalah wasilah (perantara) terhadap kebaikan dan taqwa. Sedangkan kemuliaan manusia di hadapan Allah itu adalah sesuai kadar ketaqwaannya.
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah (wafat th. 751 H) menjelaskan perbedaan antara ilmu dengan harta.
¡  Ilmu adalah warisan para Nabi, sedang harta adalah warisan para raja dan orang kaya.
¡  Ilmu menjaga pemiliknya, sedang pemilik harta menjaga hartanya.
¡  Ilmu adalah penguasa atas harta, sedang harta tidak berkuasa atas ilmu.
¡  Harta bisa habis dengan sebab dibelanjakan, sedangkan ilmu justru bertambah dengan diajarkan.
¡  Pemilik harta jika telah meninggal dunia, ia berpisah dengan hartanya, sedangkan ilmu mengiringinya masuk ke dalam kubur bersama para pemiliknya.
¡  Harta bisa didapatkan oleh siapa saja, baik orang ber-iman, kafir, orang shalih dan orang jahat, sedangkan ilmu yang bermanfaat hanya didapatkan oleh orang yang beriman saja.
¡  Sesungguhnya jiwa menjadi lebih mulia dan bersih dengan mendapatkan ilmu, itulah kesempurnaan diri dan kemuliaannya. Sedangkan harta tidak membersihkan dirinya, tidak pula menambahkan sifat kesempurnaan dirinya, malah jiwanya menjadi berkurang dan kikir dengan mengumpulkan harta dan menginginkannya
¡  Sesungguhnya mencintai ilmu dan mencarinya adalah akar seluruh ketaatan, sedangkan mencintai harta dan dunia adalah akar berbagai kesalahan.
¡  Sesungguhnya orang berilmu mengajak manusia kepada Allah Azza wa Jalla dengan ilmunya dan akhlaknya, sedangkan orang kaya mengajak manusia ke Neraka dengan harta dan sikapnya.
¡  Sesungguhnya yang dihasilkan dengan kekayaan harta adalah kelezatan binatang. Jika pemiliknya mencari kelezatan dengan mengumpulkannya, itulah kelezatan ilusi. Jika pemiliknya mengumpulkan dengan mengguna-kannya untuk memenuhi kebutuhan syahwatnya, itulah kelezatan binatang. Sedangkan kelezatan ilmu, ia adalah kelezatan akal plus ruhani yang mirip dengan kelezatan para Malaikat dan kegembiraan mereka.

Membersihkan Hati
Diriwayatkan  dari  Rasulullah  ,  bahwa  beliau bersabda, “Sungguh di dalam jasad ini ada segumpal daging. Jika ia baik, maka pasti baik pula seluruh tubuh. Jika ia rusak, maka pasti rusak pula seluruh tubuh. Ketahuilah, ia adalah hati.” (HR. Bukhori Muslim)
Pencari ilmu harus membersihkan hatinya dari berbagai macam penyakit hati seperti ujub (bangga diri), takabbur (sombong), riya` (ingin mendapat penghargaan dan pujian dari manusia), sum’ah, hasad (iri dengki), su`u dzon (buruk sangka), kikir, dan cinta dunia. Hal itu dilakukan sebagai prasyarat untuk layak menerima, menghafal, memahami, dan memetik buahnya ilmu. 
Hati yang bersih bagaikan tanah yang subur. Sedangkan hati yang kotor bagaikan tanah yang tandus. Jika ilmu ditanam di dalam hati yang bersih, insya`allah, ia akan tumbuh subur dan berbuah. Begitu pula sebaliknya.
Imam asy-Syafi’i pernah berkata (dalam bentuk sya’ir), “Aku mengeluhkan buruknya hafalanku kepada syeikh Waki’ ibn Jarrah,  maka  beliau  membimbingku  untuk  meninggalkan  maksiat-maksiat.  Beliau memberitahuku bahwa ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan dihadiahkan kepada orang yang suka bermaksiat.”
Imam al-Haddad berkata, “Andai saja engkau mendatangi seseorang dengan membawa mangkok yang  kotor  dan  ingin  meminta  darinya  minyak,  madu,  atau  yang  lainnya,  ia  pasti  akan  berkata kepadamu:  ‘Pergilah,  cuci  dulu  (mangkokmu)!”  Yang  seperti  ini  dalam  urusan  duniawi,  maka bagaimana  mungkin  rahasia-rahasia  (agama)  akan  diletakkan  di  dalam  hati-hati  yang  kotor?”

Niat di Waktu Belajar
عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ :) إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . . .). رواه البخاري ومسلم
Dari Amirul Mu`minin Abu Hafs Umar bin al-Khaththab r.a. beliau berkata; aku mendengar Rasulullah bersabda: “sesungguhnya amal-amal itu tergantung niat dan sesungguhnya bagi setiap orang apa yang dia niatkan…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hendaknya setiap muslim senantiasa memperbaiki niat dalam setiap aktifitasnya, terutama dalam mencari ilmu.
Niat Baik dan Niat Buruk
Hendaknya seorang santri mencari ilmu dengan niat untuk mendapatkan ridlo Allah ta’ala, menghidupkan dan menegakkan agama, menerangi jiwa, menghilangkan kebodohan dari diri sendiri dan orang lain, dan sebagai media untuk taqorrub kepada Allah ta’ala. Selain itu hendaknya para pencari ilmu meniatkan belajarnya sebagai ungkapan syukur kepada Allah ta’ala atas nikmat badan dan akal yang sehat.
JANGAN berniat mencari ilmu untuk memperoleh kenikmatan dunia seperti jabatan, harta, gelar akademik, ijazah, penghargaan dan pujian dari manusia, serta popularitas di kalangan manusia. JANGAN mencari ilmu dengan tujuan untuk mendebat ulama dan mengalahkan mereka.
فقد رُوِيَ عن النبي صلى الله عليه وسلم: ( مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُجَارِى بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ يُمَارِى بِهِ الْفُقَهَاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوْهَ النَّاسِ أَدْخَلَهُ اللهُ فِى النَّارِ) رواه الترمذي
“Barangsiapa mencari ilmu dengan tujuan untuk menyaingi ulama atau untuk mendebat fuqoha` atau untuk memalingkan pandangan manusia, niscaya Allah ta’ala ‘kan memasukkan dia ke dalam neraka.” (HR. at-Tirmidzi)

Wahai para pencari ilmu..!! Ilmu itu sesuatu yang sangat mulia. Mencari ilmu itu juga susah, penuh dengan pengorbanan. Janganlah engkau meniatkan belajarmu yang penuh dengan kesusahan dan kepayahan itu hanya untuk dunia yang hina dan fana ini..!!
(Insyaallah, bersambung)


Muhtar Tajuddin, Sekretaris Pesma Baitul Hikmah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Dakwah Islam Tingkat Dasar (PMKDI TD) 2019

  “Karena Pemimpin itu dibentuk bukan dilahirkan” PESMA Baitul Hikmah Present: PMKDI (Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Dakwah Islam) Tingkat Dasar MATERI : Pada PMKDI Tingkat Dasar ini insyaallah peserta akan dilatih untuk memiliki jiwa kepemimpinan, menjadi pegiat dakwah Islam yang visioner, mengerti dasar-dasar organisasi, mampu mengelola diri & waktu, serta trampil dalam mengidentifikasi masalah & memberi solusi alternatif. PEMATERI : 📌 Akh. Muwafik Saleh, S.Sos, M.Si (Wakil Dekan FISIP Univ. Brawijaya Malang) 📌 Dr. Raditya Sukmana S.E., M.A. (Ketua Departemen Ekonomi Syariah FEB UNAIR) 📌 Ust. Abdul Hakim, Apt. M.Si. (Dosen UIN Maliki Malang, Ketua UKKI 1997-1998) 📌 Ust. Jabir Abdillah, S.Si. (Direktur Lazis Al-Haromain, Ketua UKKI 1991-1992) 📌 Usth. Masitha, A.S., M.Hum. (Dosen Linguistik FIB UNAIR, Ketua DPP Anshoriyah Persyadha Al-Haromain) 📌 Ust. Nanang Qosim, S.E., MPI. (Koordinator Dewan Syariah Nasiona

KH. DJAZULI UTSMAN (Sang Blawong Pewaris Keluhuran)

Penulis Review           : Moh. Saad Baruqi Pengarang                   : H. Imam Mu’alimin Tahun terbit                 : Agustus 2011 Judul buku                  : KH. DJAZULI UTSMAN (Sang Blawong Pewaris Keluhuran) Kota penerbit              : Ploso Mojo Kediri Penerbit                       : Pondok Pesantren Al Falah Ploso Mojo Kediri Tebal buku                  : 161 Halaman             Mas’ud atau yang lebih populer dikenal dengan sebutan KH. Djazuli Ustman adalah putra dari bapak naib dari Ploso Kediri yang bernama Mas Moh. Ustman Bin Mas Moh. Sahal. Sahal yang akrab dengan sebutan pak Naib ini memiliki kebiasaan rutin yang dilakukan sampai menjelang wafatnya. Bermula dengan bertemunya beliau dengan KH. Ma’ruf Kedunglo yang masih memiliki hubungan saudara dengannya. KH. Ma’ruf berpesan : “ Ustman, apabila kamu ingin anak-anakmu kelak menjadi orang yang berilmu, beramal dan bermanfaat, rajin– rajinlah bersilaturahmi dengan para ‘alim ‘ulama. Kalau tidak anak

Review Buku Quantum Ikhlas, The Power Of Positive Feeling

Judul Buku       :Quantum Ikhlas, The Power Of Positive Feeling Penulis :Erbe Sentanu Penerbit            :Elex Media Komputindo, Jakarta Cetakan           :I, 2007 TEBAL            :xxxvii + 236                                     Quantum Ikhlas, The Power Of Positive Feeling             Halaman Kebahagiaan adalah subjek primordial. Itulah sebagian yang akan diulas dalam buku Quantum Ikhlas, bagaimana mencari kebahagiaan secara praktis, seperti yang tertuang dalam kebijaksanaan nenek moyang, tuntunan agama, maupun penjelasan  ilmiah. Kebahagiaan itu merupakan sifat dasar alamiah atau fitrah manusia dan  karena  itu sewajarnya bisa dengan mudah kita raih.             Buku Quantum Ikhlas akan memandu pembaca untuk mendapat kepastian dalam menjalankan kehidupan, sehingga pembaca dengan lega bisa mengatakan “Ooo... begitu.... Itu sangat mudah”, dan begitu terjadi internal shift pergeseran posisi pandang di dalam, hidup Anda  otomatis  berubah di luar. Hal-hal yan